Beranda | Artikel
Istiqamah Dalam Beramal
Senin, 28 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Istiqamah Dalam Beramal adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Aktualisasi Akhlak Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 10 Shafar 1442 H / 28 September 2020 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Istiqamah Dalam Beramal

Istiqamah adalah salah satu akhlak yang sangat penting untuk dimiliki, konsistenti kita di dalam menaati Allah dan RasulNya. Pada hakikatnya ini adalah merupakan gambaran dari hubungan antara iman dan akhlak, yaitu kita memiliki keistiqamahan di dalam meniti dan berjalan di atas shiratal mustaqim. Karena manusia pada hakikatnya seperti musafir yang sedang menempuh perjalanan untuk kembali ke kampung halaman. Kita mengembara di alam dunia ini untuk memenuhi pundi-pundi perbekalan akhirnya kita, kampung halaman yang kita tinggalkan dan kita ingin kembali ke situ. Kampung halaman yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan ciptakan untuk bapak kita Adam. Allah berkata di dalam kitabNya:

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ…

Dan Kami berfirman: ‘Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga…” (QS. Al-Baqarah[2]: 35)

Itu adalah tempat yang Allah siapkan untuk Adam dan Hawa serta anak keturunan mereka sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan keduanya dari surga karena kesalahan yang keduanya perbuat. Dan tentunya kita sebagai anak cucu Adam ingin untuk kembali ke kampung halaman tersebut. Namun itu tidak mudah, karena ada iblis yang selalu menghalangi dan mengerahkan segala upaya mereka agar menyimpang dari jalan yang mengantarkan ke kampung halaman tersebut.

Maka siapa saja yang sanggup istiqamah dalam mengikuti petunjuk/pedoman yang membawa mereka ke kampung halaman, itulah yang akan beruntung dan menang. Dan siapa yang melenceng dari petunjuk tersebut niscaya dia akan tersesat dan dia tidak akan sampai ke kampung halamannya.

Istiqamah itu juga bermakna teguh pendirian di dalam menjalankan tauhid dan beramal shalih. Dan juga bisa diartikan sebagai konsistensi di dalam menempuh shirathal mustaqim (Islam) dan tidak melenceng ke kanan maupun ke kiri. Dan istiqamah ini terwujud dengan melakukan segala perkara yang Allah perintahkan (baik yang lahir maupun yang batin) dan meninggalkan segala bentuk larangan.

Dan tentunya, istiqamah itu bukan berarti kita tidak berbuat dosa. Tidak akan mungkin istiqamah kalau diartikan tidak berbuat dosa. Karena Nabi mengatakan:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Semua anak Adam ditakdirkan memang berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang segera bertaubat.” (HR. Ibnu Majah)

Itu satu satu hikmah dibalik kenapa manusia masih berbuat dosa. Yaitu untuk Allah melihat dan menguji siapa yang mau kembali dan siapa yang tidak mau kembali, siapa yang mau bertaubat dan siapa yang tidak mau bertaubat, siapa yang ingin meminta ampun kepada Allah dan siapa yang tidak mau meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah suka hamba-Nya meminta ampunan kepada diri-Nya.

Maka kalaulah istiqamah itu diartikan tidak buat dosa sama sekali, itu tidak mungkin, itu bukan arti dari istiqamah. Istiqamah adalah tetap berada di jalur walaupun kadang-kadang kita berbelok ke kiri dan ke kanan, menoleh ke kiri dan ke kanan, manusia silap dalam hidupnya, dia tanpa sadar kadang-kadang sudah berbelok ke kanan atau ke kiri keluar dari jalurnya. Namun yang beruntung adalah yang segera kembali ke jalur tersebut. Dia sadar bahwa dia berada di jalur yang salah, dia sadar dia sudah berbelok lalu dia kembali ke jalur,  kembali ke treknya yang membawa dia kepada tujuannya. Nah itulah hamba yang beruntung dengan keistiqamahannya, dan itu yang kita inginkan.

Untuk tetap berada di jalurnya, on the track, diperlukan beberapa faktor, seperti yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim di dalam buku Madarijus Salikin, beliau mengatakan seorang itu dituntut untuk istiqamah. Apa yang perlu diistiqamahkan? Yaitu dalam perkataannya, perbuatannya, perilakunya, niatnya, itu adalah unsur-unsur yang membuat seseorang istiqamah.

Istiqamah dalam akhlak

Adapun yang berkaitan dengan buku ini, tentunya di dalam perilaku ataupun akhlak. Sabar kita perlu istiqamah, lemah lembut kita, jujur kita, kesantunan kita, demikianlah istiqamah dituntut dalam akhlak kita.

Tentunya tidak mudah untuk bisa istiqamah di atas perilaku yang lurus. Manusia itu memang ditakdirkan punya kelemahan dari ilmu yang mereka miliki, yaitu lupa, itu kelemahan ilmu manusia. Sepintar-pintarnya orang, setinggi-tingginya IQ yang dimiliki oleh seseorang, pasti dia ada lupa, itu bukan perkara yang bisa dihindari oleh siapapun. Itulah lemahnya ilmu manusia, didahului dengan ketidaktahuan atau kejahilan dan diakhiri dengan lupa.

Banyak dosa-dosa yang kita lakukan, perilaku yang menyimpang yang kita kerjakan, tergelincirnya lisan yang kita ucapkan, banyak itu disebabkan faktor lupa. Padahal kadang-kadang semua pelanggaran itu kita tahu ilmunya, bukan tidak tahu. Bahkan terkadang baru ngaji kemarin, baru didengar tadi. Tapi beberapa menit kemudian kita jatuh dalam perbuatan yang kita dengar itu, padahal kita baru mendengar ilmunya. Seperti itu kejadiannya, bukan kita tidak ngaji. Maka jangan heran ada pertanyaan bahwa ada orang ngaji tadi melakukan. Tentu selama dia manusia, ilmunya pasti ada lupanya, siapapun itu. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut Adam lupa.

وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ

Itu salah satu penyebab Adam melanggar perintah Rabbnya, yaitu lupa.

Adam ‘Alaihis Salam yang diciptakan Allah langsung jadi tanpa proses, akal Adam itu sempurna ketika diciptakan, tidak seperti kita melalui proses dari balita kemudian kita menjadi anak kecil, menjadi remaja, dewasa, jadi orang tua, itu sudah berkembang. Wajar kalau ilmu kita ini banyak lupanya. Adam yang Allah ajarkan semua nama-nama, akhirnya juga lupa, itu lemahnya kita. Maka inilah kenapa kita harus terus-menerus menuntut ilmu bahkan kita mendengar perkara yang sama berkali-kali hingga ada pepatah yang mengatakan “lancar kaji karena diulang”, yaitu untuk mengantisipasi lupa. Tapi lupa itupun juga tidak bisa kita hindari.

Maka untuk bisa istiqamah di dalam perilaku, itu perlu kesungguhan yang kuat, kalau tidak, maka kita di dalam hidup ini banyak lupanya daripada ingatnya. Ini untuk yang menuntut ilmu, lain cerita yang memang sengaja menjahilkan dirinya, itu di luar pembicaraan. Tidak ada cerita lupa, memang tidak tahu.

Tapi ada satu hal, Nabi mengatakan dalam hadits:

لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ

“Seorang mukmin itu pantang disengat dari satu lubang dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya dia jatuh dalam lubang sama itu bukan karakter mukmin. Karena mukmin mungkin jatuh sekali tapi tidak untuk yang kedua kali, mungkin dia jatuh dalam dosa sekali, tapi tidak untuk yang kedua kali, itu sifat seorang mukmin. Dia mungkin lupa berbuat dosa, tapi itu dijadikan sebagai pelajaran yang selalu dia ingat sehingga dia tidak jatuh dalam kesalahan yang sama itu berkali-kali.

Bagimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian Tentang Istiqamah Dalam Beramal

Download mp3 yang lain tentang Aktualisasi Akhlak Muslim di sini.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49122-istiqamah-dalam-beramal/